Jalan Kehidupanku
Oleh:
Novi Yolanda
Aku benci dengan
orang-orang yang terus berjalan
mondar-mandir mengelilingi Taman melati ini. Aku benci melihat mereka yang bercanda
ria dengan asiknya. Aku benciii.....” bentaknya dalam hati.
Lena menendang sebuah
kaleng minuman yang tepat berada di depannya.
“Plaanggg” Bunyi suara
kaleng yang sangat kuat terdengar. Sampai-sampai kaleng yang ditendangnya masuk
kedalam paret yang tak jauh dari tempatnya itu.
”Andaikan bajingan
keparat itu tak pernah datang ke kehidupanku, tak kan begini aku jadinya,
aaghhh” Desis nya dalam hati dengan penuh emosi.
***
Johan adalah suami dari
Rita. Yang tak lain, Rita adalah ibu dari Lena. Johan yang bekerja di salah satu
perusahaan di daerah cianjur bersamaan dengan Rita. Di tempat kerja, Johan
selalu menarik simpati Rita agar Rita mau makan siang ataupun pulang dengannya.
Jika hari libur kerap kali johan menjemput Rita untuk mau di ajak jalan.
Apalagi Johan selalu mengajak Rita untuk berbelanja ke pusat perbelajaan memilih-milih
baju masa kini. Tersentuhlah hati Rita kepada Johan yang mau membelikan
barang-barang yang di inginkannya. Johan berhasil menaklukan hati Rita dengan
mempoya-poyakannya dengan belanja. Rita yang sudah selama setahun belakangan
terakhir ini menjanda dengan satu orang anak. Sedangkan Johan duda yang telai
bercerai dengan istrinya tiga tahun yang lalu.
“Makasih ya Mas, Mas
emang paling baik buat aku” Ujar Rita dengan mengkedip matanya kepada Johan.
Johan yang sedang
menyetir mobil silver nya ini sangat tersenyum bahagia mendengar ucapan Rita
dengan manjanya.
“Iya sama-sama. Yang
penting buat aku, kamu bahagia. Kamu bahagia, aku juga bahagia” Ujar Johan
dengan tawa terkekeh-kekeh..
Dua pasangan sejoli
yang sudah tak pantas di katakan pasangan remaja ini pun makin hari makin mesra
saja. Lena yang telah lama mengetahui kedekatan ibunya dengan Johan, Bos di
tempat ibunya bekerja itu, hanya bisa pasrah. Andaikan ayahnya tak mengalami
kecelakaan tragis pada saat itu, takkan keluarganya bisa hancur seperti
sekarang ini.
***
Pernah di suatu malam,
jam telah menunjukkan pukul 11.45 WIB meluncurlah mobil sedan silver yang terparkir
persis di halaman rumahnya. Lena yang mengintip lewat jendela di kamarnya itu, melihat
ibu nya yang turun dari mobil tersebut. Johan pun membukakan pintu jendela Rita
dan mengantarkannya pas di depan pagar rumahnya itu.
“Mas, aku masuk duluan
yah. Dahh” Ujar Rita yang mencium pipi kiri Johan
“Iya, kamu istirahat
ya” Jawab Johan yang menerima ciuman dari Rita dengan semangatnya.
Mobil sedan silver itu
pun meninggalkan pekarangan rumahnya. Lena melihat adegan tersebut langsung
tersentak, dadanya terguncang seperti guncangan batu keras menimpa dadanya itu.
Lena yang tak bisa berkata apa-apa kepada
ibunya hanya bisa pasrah dengan memendam kekesalan terhadap johan maupun ibunya
itu. Apalagi kini, Rita dan Johan telah menikah, sungguh sangat terluka batin
Lena.
***
Lena termenung di sudut
ruang kamar dengan berlampias kan cahaya dari teriknya lampu di kamarnya. Lena
yang berselimut menahan dinginnya angin malam yang tak mampu ia tahan lagi.
Sungguh, jiwa ini telah hancur berkeping. Tak seharusnya Lena mengalami
peristiwa pahit yang menimpanya tepat di usia 15 ini. Usia yang masih sangat
labil, masih sangat memerlukan perhatian dari orang tua. Termasuk ibu, tapi
apalah dayanya, inilah jalan cerita hidupnya.
Seolah mati rasa, Lena
yang tidak pernah bisa merasakan kebahagiaan seperti dulu lagi. Ia selalu
merenung dengan beban penuh yang berputar di kepalanya. Tiada lagi ia merasakan
kasih sayang dan kelembutan dari seorang ibu. Ibu nya yang asyik memperhatikan
johan suaminya, Ayah tirinya tanpa pernah sesekali memberikan nya perhatian dan
kasih sayang. Ibunya hanya memberikan berupa materi, walaupun pada dasarnya itu
tak berarti apa-apa baginya.
Sepulang sekolah, kali
ini Lena tak langsung pulang kerumahnya. Di sepanjang jalan ia hanya memikirkan
apa yang akan terjadi dalam rumahnya itu. “Pasti ibu selalu bersama bajingan
itu,” ucapnya dalam hati.
“Muak aku mendengar
desahan mesra ibu dengan johan seorang ayah tiri biadap di dalam kamar mereka.
Apalagi kamarku bersampingan oleh kamar mereka. Tentu suara mereka yang
terdengar, mengitar di kepalaku yang membuatku semakin jijik” Katanya dengan
muka kesal.
“Ren, aku ke tempat
kamu ya pliss...” Pinta Lena kepada sahabatnya Reni.
Reni yang sudah
mengetahui apa kejadian yang ditimpa oleh lena hanya bisa mengijinkan lena
untuk pulang kerumahnya.
“Iya, kerumahku aja. Pintu
rumahku terrbuka lebar untuk kamuu” Hehehe gelak Reni menghibur sahabatnya itu.
“Gapapa kan ren, kamu
gak keberatan kan kalau aku pulang kerumah kamu?” Tanya lena meminta kepastian.
“Iya, gapapa kok.
Malahan aku senang lagi, jadi aku bisa nonton horor bareng kamuu”
“Tuh.. kan kamu, giliran
nonton film horor ajaa, kamu malah ngajakin akuuu, Uuuu, sebelll tapi gapapa
deh apa sih yang gak buat kamu. Yok kita pulang” Ujar lena ceria menarik tangan
reni sahabatnya itu.
Seketika suasana di raut
wajah lena agak membaik, wajahnya sudah bisa tersenyum kecil. Reni yang melihat
itu, sangat bahagia sekali. Karna telah lama ia tak pernah melihat senyum indah
di raut wajah Lena belakangan ini. Dan siang hari ini Reni telah mampu
mengembalikan senyum di wajah sahabatnya itu seperti dahulu kala.
Berhari-hari Lena
berada di rumah Reni. Nampak di raut wajahnya seperti telah melupakan kejadian
pahit yang di alaminya. Karena selama berada di rumah Reni, Lena sangat
dimanjakan oleh Bunda Reni. Bunda Reni, Riri seorang ibu rumah tangga yang
berperilaku sangat baik, memanjakan Lena seperti memanjakan Reni tanpa pernah
memandang Lena yang bukan anaknya itu.
Riri, ibunda Reni
mengetahui kejadian pahit yang di alami oleh Lena. Reni sering bercerita
tentang keadaan Lena sahabatnya itu kepada bundanya. Mulai dari Ayah Lena
meninggal dunia, sampai Ibunya menikah lagi.
“Sungguh malang nasib
anak ini” Ujar Riri dengan mengusap kepala Lena dengan lembutnya. Seakan-akan
air matanya akan terjatuh membasahi pipi nya itu, tetapi ia mencoba untuk
menahannya dengan tersenyum kecil melihat Lena. Riri sangat prihatin apa yang
di alami oleh Lena. Tapi apa boleh buat, semuanya sudah di atur. Mungkin di
suatu saat nanti Ibu dari Lena tersadar akan perbuatan yang dibuatnya. Mungkin
juga, suatu hari nanti Lena akan merasakan hangatnya pelukan seorang ibu
seperti dahulu kala, desisnya dalam hati.
Selama seminggu berada
di rumah Reni, akhirnya Lena memutuskan untuk kembali kerumahnya. Meskipun
selama berada di rumah Reni, hatinya sangat bahagia karena bisa bermanja-manja
dengan Bunda Reni. Tapi, ia tersadar berlama-lama berada di rumah orang, itu
bukanlah hal yang bagus, apa kata orang nanti” Ujarnya dalam hati. Dan ia pun
memutuskan untuk pulang kerumahnya.
“Tante, Lena pulang
dulu yah, tan. Makasih uda mau menampung Lena selama beberapa hari ini” Ujar
Lena sambil bersalam kepada Riri.
“Iya sayang, kamu
hati-hati yah. Kapan-kapan ke sini lagi yah” Pinta Riri dengan lembutnya.
“Pasti Tan, nanti kalo
ada waktu Lena pasti ke sini kok” Ujar Lena dengan senyum tanpa beban.
***
Suasana di rumahnya
sangat biasa saja, hening seperti tidak ada kehidupan sama sekali. Berbeda
dengan rumah Reni yang selalu terdengar ocehan Bunda Reni dengan cerewetnya. Ia
melihat ibu dan ayah tiri nya sedang menonton tv dengan harmonisnya. Tak ada
satu pun kata yang keluar dari mulut ibunya itu.
“ Mmh, emang ibu uda
gak sayang aku lagi, buktinya aja aku gak pulang beberapa hari gak ada tuh dia
cariin aku atau nelpon Reni nanya aku dimana. Ibu kan uda tau kalo aku sama
Reni sahabatan mulai dari SD. Yaudahlah keluar dari rumah ini mungkin jalan
yang terbaik” Tukasnya tekad dalam hati dengan merebahkan diri ke kasurnya dan menangis
di dekupan gulingnya.
***
Pagi itu matahari belum
terbit, ayam-ayam di rumah tetangganya juga belum ada yang berkokok. Jam masih
menunjukkan pukul 3.05 WIB, dengan tekad dalam hati. Ia pun memutuskan untuk
keluar dari rumahnya itu, yang sudah seperti neraka baginya. Tidak ada
kesejukan yang ia temui lagi.
Ia terus berjalan di
sebuah trotoar tak tau arah. Ia hanya melangkahkan kakinya kemanapun kakinya
ingin pergi. Sampailah ia di depan sebuah toko. Saat itu Toko tersebut belum
terbuka dan sepi sekali. Tak ada satupun orang yang berlewatan di tempat itu
karena jam menunjukkan masih sangat pagi. Ia pun memutuskan untuk beristirahat
sejenak, melepas kepenatan yang ia rasakan.
“Huuu, capeeekk”
Ujarnya sambil merebahkan tubuhnya di depan toko tersebut.
Di tempat itu ia
memikirkan tentang ayahnya yang sudah tiada lagi.
“Yah, andaikan ayah
masih ada, takkan begini jadinya aku. Semoga ayah di atas sana melihat aku
sekarang ini. Semoga ayah melindungiku dimanapun aku berada. Aku tak pernah
benci pada ibu, sekalipun ibu berbuat gini padaku. Aku akan tetap sayang ibu.
Karena Beliau telah melahirkan ku. Tapii aku benci pada Johan, suami ibu yang
sekarang. Karena dia, aku dan ibu seperti ini” Ujarnya dengan bergelimangan air
mata. Sungguh terluka batinnya.
***
Di suatu pagi, Reni
melihat kursi di sampingnya kosong. Padahal kursi itu selalu dulu terisi di
bandingkan dengan kursi miliknya itu. Lena yang mengisi kursi kosong tersebut
biasanya selalu datang lebih dulu dari pada Reni.
“loh, kok Lena belum
dateng sih, apa jangan-jangan ia gak masuk lagi. Atau dia lagi sakit” Pikir
Reni panik sambil menelpon Lena yang nomornya tak pernah aktif.
Setelah jam pelajaran
usai, Reni memutuskan untuk mencari Lena ke rumahnya. Ia melihat keadaan rumah
Lena yang hening, tak ada kehidupan, pertanda tak ada orang satupun yang berada
di dalamnya. Lalu ia menelpon ibu Lena yang kebetulan Lena pernah mengirim pesan
singkat kepada ibunya itu.
“ Hallo bu, ini Reni.
Oh ya Lena nya mana yah bu?” tanya Reni lewat teleponnya.
“Lena?” tanya ibu Lena
heran. “Bukannya dia lagi sekolah ya?”
“Gak, bu. Hari ini Lena
gak masuk” Jawab Reni dengan nada pelan.
“Oh, mungkin aja dia
lagi ketempat temennya, hubungi aja temen-temennya” Jawab ibu Lena datar.
Percakapan lewat
telepon tersebut berakhir dengan singkat. Reni sudah menduga kalau Lena pasti
lari dari rumahnya, karena ia tak tahan dengan sikap ibu nya yang sudah tak memperhatikannya
beberapa belakangan ini.
Reni pun memutarkan
sepeda motor nya berbalik arah dari rumah Lena menuju rumahnya. Ia
memberitahukan kepada ibunya atas kepergian Lena dari rumahnya itu.
“ Bun, bun Lena gak
masuk sekolah hari ini. Reni juga uda datang kerumahnya tapi ia gak ada” Ujar
Reni sedih mengadu pada Bundanya.
“ Ah masa iya? Terus
Lena nya kemana dong?” Tanya Riri cemas.
“ Gak tau bu, di
telponin juga gak aktif nomornya”
“Yaudah kita telepon
polisi aja, biar polisi yang urus semuanya” Ujar Riri Bunda Reni dengan menarik
tangan anaknya menaiki mobil menuju arah ke kantor polisi.
Sesampai di ruang
kantor polisi, Riri bunda Reni langsung menceritakan maksud kedatangannya. Ia
pun menceritakan tentang kejadian Lena yang menghilang. Polisi yang mendengarkan
pun langsung mengambil kesimpulan, kalau masalah Lena ini akan menjadi tanggung
jawab kepolisian.
Dengan bantuan polisi,
akhirnya Lena di temukan di salah satu tempat rel kereta api yang sudah tak
terpakai lagi. Polisi melihat keaadaan Lena terbaring tak berdaya. Dengan
bantuan masyrakat setempat, akhirnya Lena di bawa ke rumah sakit dengan
menggunakan ambulance. Di kantor polisi, polisi memanggil Rita ibu Lena dan
langsung memeriksanya.