Jumat, 20 November 2015

Cerpen

Jalan Kehidupanku

Oleh: Novi Yolanda

Aku benci dengan orang-orang  yang terus berjalan mondar-mandir mengelilingi Taman melati ini. Aku benci melihat mereka yang bercanda ria dengan asiknya. Aku benciii.....” bentaknya dalam hati.
Lena menendang sebuah kaleng minuman yang tepat berada di depannya.
“Plaanggg” Bunyi suara kaleng yang sangat kuat terdengar. Sampai-sampai kaleng yang ditendangnya masuk kedalam paret yang tak jauh dari tempatnya itu.
”Andaikan bajingan keparat itu tak pernah datang ke kehidupanku, tak kan begini aku jadinya, aaghhh” Desis nya dalam hati dengan penuh emosi.
***
Johan adalah suami dari Rita. Yang tak lain, Rita adalah ibu dari Lena. Johan yang bekerja di salah satu perusahaan di daerah cianjur bersamaan dengan Rita. Di tempat kerja, Johan selalu menarik simpati Rita agar Rita mau makan siang ataupun pulang dengannya. Jika hari libur kerap kali johan menjemput Rita untuk mau di ajak jalan. Apalagi Johan selalu mengajak Rita untuk berbelanja ke pusat perbelajaan memilih-milih baju masa kini. Tersentuhlah hati Rita kepada Johan yang mau membelikan barang-barang yang di inginkannya. Johan berhasil menaklukan hati Rita dengan mempoya-poyakannya dengan belanja. Rita yang sudah selama setahun belakangan terakhir ini menjanda dengan satu orang anak. Sedangkan Johan duda yang telai bercerai dengan istrinya tiga tahun yang lalu.
“Makasih ya Mas, Mas emang paling baik buat aku” Ujar Rita dengan mengkedip matanya kepada Johan.
Johan yang sedang menyetir mobil silver nya ini sangat tersenyum bahagia mendengar ucapan Rita dengan manjanya.
“Iya sama-sama. Yang penting buat aku, kamu bahagia. Kamu bahagia, aku juga bahagia” Ujar Johan dengan tawa terkekeh-kekeh..
Dua pasangan sejoli yang sudah tak pantas di katakan pasangan remaja ini pun makin hari makin mesra saja. Lena yang telah lama mengetahui kedekatan ibunya dengan Johan, Bos di tempat ibunya bekerja itu, hanya bisa pasrah. Andaikan ayahnya tak mengalami kecelakaan tragis pada saat itu, takkan keluarganya bisa hancur seperti sekarang ini.
***
Pernah di suatu malam, jam telah menunjukkan pukul 11.45 WIB meluncurlah mobil sedan silver yang terparkir persis di halaman rumahnya. Lena yang mengintip lewat jendela di kamarnya itu, melihat ibu nya yang turun dari mobil tersebut. Johan pun membukakan pintu jendela Rita dan mengantarkannya pas di depan pagar rumahnya itu.
“Mas, aku masuk duluan yah. Dahh” Ujar Rita yang mencium pipi kiri Johan
“Iya, kamu istirahat ya” Jawab Johan yang menerima ciuman dari Rita dengan semangatnya.
Mobil sedan silver itu pun meninggalkan pekarangan rumahnya. Lena melihat adegan tersebut langsung tersentak, dadanya terguncang seperti guncangan batu keras menimpa dadanya itu.
 Lena yang tak bisa berkata apa-apa kepada ibunya hanya bisa pasrah dengan memendam kekesalan terhadap johan maupun ibunya itu. Apalagi kini, Rita dan Johan telah menikah, sungguh sangat terluka batin Lena.
***
Lena termenung di sudut ruang kamar dengan berlampias kan cahaya dari teriknya lampu di kamarnya. Lena yang berselimut menahan dinginnya angin malam yang tak mampu ia tahan lagi. Sungguh, jiwa ini telah hancur berkeping. Tak seharusnya Lena mengalami peristiwa pahit yang menimpanya tepat di usia 15 ini. Usia yang masih sangat labil, masih sangat memerlukan perhatian dari orang tua. Termasuk ibu, tapi apalah dayanya, inilah jalan cerita hidupnya. 
Seolah mati rasa, Lena yang tidak pernah bisa merasakan kebahagiaan seperti dulu lagi. Ia selalu merenung dengan beban penuh yang berputar di kepalanya. Tiada lagi ia merasakan kasih sayang dan kelembutan dari seorang ibu. Ibu nya yang asyik memperhatikan johan suaminya, Ayah tirinya tanpa pernah sesekali memberikan nya perhatian dan kasih sayang. Ibunya hanya memberikan berupa materi, walaupun pada dasarnya itu tak berarti apa-apa baginya.
Sepulang sekolah, kali ini Lena tak langsung pulang kerumahnya. Di sepanjang jalan ia hanya memikirkan apa yang akan terjadi dalam rumahnya itu. “Pasti ibu selalu bersama bajingan itu,” ucapnya dalam hati.
“Muak aku mendengar desahan mesra ibu dengan johan seorang ayah tiri biadap di dalam kamar mereka. Apalagi kamarku bersampingan oleh kamar mereka. Tentu suara mereka yang terdengar, mengitar di kepalaku yang membuatku semakin jijik” Katanya dengan muka kesal.
“Ren, aku ke tempat kamu ya pliss...” Pinta Lena kepada sahabatnya Reni.
Reni yang sudah mengetahui apa kejadian yang ditimpa oleh lena hanya bisa mengijinkan lena untuk pulang kerumahnya.
“Iya, kerumahku aja. Pintu rumahku terrbuka lebar untuk kamuu” Hehehe gelak Reni menghibur sahabatnya itu.
“Gapapa kan ren, kamu gak keberatan kan kalau aku pulang kerumah kamu?” Tanya lena meminta kepastian.
“Iya, gapapa kok. Malahan aku senang lagi, jadi aku bisa nonton horor bareng kamuu”
“Tuh.. kan kamu, giliran nonton film horor ajaa, kamu malah ngajakin akuuu, Uuuu, sebelll tapi gapapa deh apa sih yang gak buat kamu. Yok kita pulang” Ujar lena ceria menarik tangan reni sahabatnya itu.
Seketika suasana di raut wajah lena agak membaik, wajahnya sudah bisa tersenyum kecil. Reni yang melihat itu, sangat bahagia sekali. Karna telah lama ia tak pernah melihat senyum indah di raut wajah Lena belakangan ini. Dan siang hari ini Reni telah mampu mengembalikan senyum di wajah sahabatnya itu seperti dahulu kala.
Berhari-hari Lena berada di rumah Reni. Nampak di raut wajahnya seperti telah melupakan kejadian pahit yang di alaminya. Karena selama berada di rumah Reni, Lena sangat dimanjakan oleh Bunda Reni. Bunda Reni, Riri seorang ibu rumah tangga yang berperilaku sangat baik, memanjakan Lena seperti memanjakan Reni tanpa pernah memandang Lena yang bukan anaknya itu.
Riri, ibunda Reni mengetahui kejadian pahit yang di alami oleh Lena. Reni sering bercerita tentang keadaan Lena sahabatnya itu kepada bundanya. Mulai dari Ayah Lena meninggal dunia, sampai Ibunya menikah lagi.
“Sungguh malang nasib anak ini” Ujar Riri dengan mengusap kepala Lena dengan lembutnya. Seakan-akan air matanya akan terjatuh membasahi pipi nya itu, tetapi ia mencoba untuk menahannya dengan tersenyum kecil melihat Lena. Riri sangat prihatin apa yang di alami oleh Lena. Tapi apa boleh buat, semuanya sudah di atur. Mungkin di suatu saat nanti Ibu dari Lena tersadar akan perbuatan yang dibuatnya. Mungkin juga, suatu hari nanti Lena akan merasakan hangatnya pelukan seorang ibu seperti dahulu kala, desisnya dalam hati.
Selama seminggu berada di rumah Reni, akhirnya Lena memutuskan untuk kembali kerumahnya. Meskipun selama berada di rumah Reni, hatinya sangat bahagia karena bisa bermanja-manja dengan Bunda Reni. Tapi, ia tersadar berlama-lama berada di rumah orang, itu bukanlah hal yang bagus, apa kata orang nanti” Ujarnya dalam hati. Dan ia pun memutuskan untuk pulang kerumahnya.
“Tante, Lena pulang dulu yah, tan. Makasih uda mau menampung Lena selama beberapa hari ini” Ujar Lena sambil bersalam kepada Riri.
“Iya sayang, kamu hati-hati yah. Kapan-kapan ke sini lagi yah” Pinta Riri dengan lembutnya.
“Pasti Tan, nanti kalo ada waktu Lena pasti ke sini kok” Ujar Lena dengan senyum tanpa beban.
***
Suasana di rumahnya sangat biasa saja, hening seperti tidak ada kehidupan sama sekali. Berbeda dengan rumah Reni yang selalu terdengar ocehan Bunda Reni dengan cerewetnya. Ia melihat ibu dan ayah tiri nya sedang menonton tv dengan harmonisnya. Tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut ibunya itu.
“ Mmh, emang ibu uda gak sayang aku lagi, buktinya aja aku gak pulang beberapa hari gak ada tuh dia cariin aku atau nelpon Reni nanya aku dimana. Ibu kan uda tau kalo aku sama Reni sahabatan mulai dari SD. Yaudahlah keluar dari rumah ini mungkin jalan yang terbaik” Tukasnya tekad dalam hati dengan merebahkan diri ke kasurnya dan menangis di dekupan gulingnya.
***
Pagi itu matahari belum terbit, ayam-ayam di rumah tetangganya juga belum ada yang berkokok. Jam masih menunjukkan pukul 3.05 WIB, dengan tekad dalam hati. Ia pun memutuskan untuk keluar dari rumahnya itu, yang sudah seperti neraka baginya. Tidak ada kesejukan yang ia temui lagi.
Ia terus berjalan di sebuah trotoar tak tau arah. Ia hanya melangkahkan kakinya kemanapun kakinya ingin pergi. Sampailah ia di depan sebuah toko. Saat itu Toko tersebut belum terbuka dan sepi sekali. Tak ada satupun orang yang berlewatan di tempat itu karena jam menunjukkan masih sangat pagi. Ia pun memutuskan untuk beristirahat sejenak, melepas kepenatan yang ia rasakan.
“Huuu, capeeekk” Ujarnya sambil merebahkan tubuhnya di depan toko tersebut.
Di tempat itu ia memikirkan tentang ayahnya yang sudah tiada lagi.
“Yah, andaikan ayah masih ada, takkan begini jadinya aku. Semoga ayah di atas sana melihat aku sekarang ini. Semoga ayah melindungiku dimanapun aku berada. Aku tak pernah benci pada ibu, sekalipun ibu berbuat gini padaku. Aku akan tetap sayang ibu. Karena Beliau telah melahirkan ku. Tapii aku benci pada Johan, suami ibu yang sekarang. Karena dia, aku dan ibu seperti ini” Ujarnya dengan bergelimangan air mata. Sungguh terluka batinnya.
***
Di suatu pagi, Reni melihat kursi di sampingnya kosong. Padahal kursi itu selalu dulu terisi di bandingkan dengan kursi miliknya itu. Lena yang mengisi kursi kosong tersebut biasanya selalu datang lebih dulu dari pada Reni.
“loh, kok Lena belum dateng sih, apa jangan-jangan ia gak masuk lagi. Atau dia lagi sakit” Pikir Reni panik sambil menelpon Lena yang nomornya tak pernah aktif.
Setelah jam pelajaran usai, Reni memutuskan untuk mencari Lena ke rumahnya. Ia melihat keadaan rumah Lena yang hening, tak ada kehidupan, pertanda tak ada orang satupun yang berada di dalamnya. Lalu ia menelpon ibu Lena yang kebetulan Lena pernah mengirim pesan singkat kepada ibunya itu.
“ Hallo bu, ini Reni. Oh ya Lena nya mana yah bu?” tanya Reni lewat teleponnya.
“Lena?” tanya ibu Lena heran. “Bukannya dia lagi sekolah ya?”
“Gak, bu. Hari ini Lena gak masuk” Jawab Reni dengan nada pelan.
“Oh, mungkin aja dia lagi ketempat temennya, hubungi aja temen-temennya” Jawab ibu Lena datar.
Percakapan lewat telepon tersebut berakhir dengan singkat. Reni sudah menduga kalau Lena pasti lari dari rumahnya, karena ia tak tahan dengan sikap ibu nya yang sudah tak memperhatikannya beberapa belakangan ini.
Reni pun memutarkan sepeda motor nya berbalik arah dari rumah Lena menuju rumahnya. Ia memberitahukan kepada ibunya atas kepergian Lena dari rumahnya itu.
“ Bun, bun Lena gak masuk sekolah hari ini. Reni juga uda datang kerumahnya tapi ia gak ada” Ujar Reni sedih mengadu pada Bundanya.
“ Ah masa iya? Terus Lena nya kemana dong?” Tanya Riri cemas.
“ Gak tau bu, di telponin juga gak aktif nomornya”
“Yaudah kita telepon polisi aja, biar polisi yang urus semuanya” Ujar Riri Bunda Reni dengan menarik tangan anaknya menaiki mobil menuju arah ke kantor polisi.
Sesampai di ruang kantor polisi, Riri bunda Reni langsung menceritakan maksud kedatangannya. Ia pun menceritakan tentang kejadian Lena yang menghilang. Polisi yang mendengarkan pun langsung mengambil kesimpulan, kalau masalah Lena ini akan menjadi tanggung jawab kepolisian.
Dengan bantuan polisi, akhirnya Lena di temukan di salah satu tempat rel kereta api yang sudah tak terpakai lagi. Polisi melihat keaadaan Lena terbaring tak berdaya. Dengan bantuan masyrakat setempat, akhirnya Lena di bawa ke rumah sakit dengan menggunakan ambulance. Di kantor polisi, polisi memanggil Rita ibu Lena dan langsung memeriksanya.